Wednesday 12 July 2017

Tugas Softskill (Review Jurnal)

Peningkatan Kinerja Lampu TL (Fluorescent) pada Catu Daya dengan Regulasi Tegangan Buruk

Dimas Wibisono
Mahasiswa Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri
Universitas Gunadarma
Email: dimaswibisono23@gmail.com

Abstrak

            Seperti yang kita ketahui di Indonesia memiliki tegangan 220 V, 50 Hz yang dapat menyalakan lampu TL dengan baik. Tetapi regulasi tegangan di Indonesia buruk, yang mengakibatkan lampu TL sulit menyala. Dibandingkan dengan lampu pijar, lampu TL memiliki keunggulan sebagai penerangan. Saat ini trafo ballast hadir pada lampu TL, tetapi hal ini merugikan. Trafo ballast akan berfungsi hanya pada saat start saja setelah lampu TL menyala trafo ballast akan mengakibatkan faktor daya menjadi rendah dan menyerap daya aktif. Kita dapat menggantikan proses switching pada lampu TL dan menghilangkan ballast elektromagnetik yang berfungsi sebagai perbaikan factor daya sekaligus lampu TL dapat menyala pada catu daya dengan regulasi tegangan yang sangat buruk. Frekuensi switching yang tinggi menghasilkan ukuran induktor yang kecil. Induktor dipergunakan pada proses switching untuk menghasilkan tegangan transient yang cukup untuk menyalakan lampu TL. Frekuensi Switching 800 Hz pada lampu TL sebagai penganti trafo ballast menghasilkan faktor daya 0,86 leading. Jika lampu TL mempergunakan trafo ballast maka faktor daya lampu TL tersebut 0,4 lagging. Lampu TL yang mempergunakan trafo ballast tidak dapat menyala pada kondisi tegangan 160 volt tetapi switching dengan frekuensi lebih besar dari 800 Hz menghasilkan lampu TL dapat menyala dengan sempurna pada kondisi tegangan 160 volt.


1.     Pendahuluan
         
          Pada saat ini lampu pijar sudah banyak digantikan dengan lampu TL (fluorescent Lamp). Keunggulan lampu TL sebagai sumber penerangan memiliki cahaya yang lembut (tidak sakit dimata), cahaya lebih terang dan umur lebih panjang daripada lampu pijar. Dengan sumber tegangan 220 V, 50 Hz lampu TL dapat menyala dengan baik. Di Indonesia pada umumnya sumber tegangan (listrik) memiliki regulasi tegangan yang buruk. Buruknya regulasi tegangan didaerah pedesaan mengakibatkan lampu TL sulit menyala. Disebabkan karena buruknya regulasi tegangan didaerah pedesaan mengakibatkan penggunaan lampu pijar lebih umum dibandingkan lampu TL. Lampu TL biasanya dilengkapi dengan trafo ballast (ballast transformer) dan starter yang fungsinya untuk membatasi aliran arus dan menyediakan tegangan transien yang sesuai untuk penyalaan katoda. Trafo ballast dilihat dari cara kerjanya ada dua jenis yaitu ballast elektromagnetik dan ballast elektronik. Ballast elektromagnetik bekerja atas dasar induksi elektromagnetik dengan frekuensi sama dengan frekuensi sumber. Ballast elektronik bekerja dengan prinsip resonant inverter yang dilakukan dengan proses switching pada frekwensi tinggi. Tegangan transien dari resonant inverter tergantung pada komponen bejana resonansi (L dan C) sehingga tegangan transien dapat menjadi lebih besar dari tegangan sumber.  Sebagian besar daerah pedesaan di Indonesia tidak dapat menggunakan lampu TL karena tegangan listrik di desa pada umumnya sangat buruk. Melihat fenomena ini maka diperlukan suatu penelitian agar lampu TL dapat menyala dengan baik pada daerah yang tegangannya buruk.

2.     Landasan Teori

          Dibalik keunggulan yang dimiliki oleh lampu TL, ternyata lampu TL memiliki beberapa kelemahan/ kekurangan, antara lain:
·         Tidak dapat menyala pada catu daya yang memiliki regulasi tegangan buruk (tegangan sumber dibawah rating tegangan lampu TL)
·         Memerlukan trafo ballast elektromagnetik dan starter.
·         Memiliki faktor daya rendah (lampu TL dengan ballast elektromagnetik).

            Usaha untuk memperbaiki faktor daya dan menggantikan ballast elektromagnetik dengan ballast elektronik telah dilakukan oleh beberapa orang peneliti. Menyusun prosedur perancangan dalam menentukan komponen resonansi (L dan C) ballast elektronik pada lampu TL. Frekuensi swit-ching ballast elektronik diatur agar mendekati frekuensi tangki resonansi (L dan C). Peggunaan frekuensi switching yang tinggi (lebih besar dari 20 kHz) menghasilkan ukuran induktor tangki resonansi ballast elektronik menjadi kecil sehingga ukuran geometri ballast elektronik menjadi kecil. Seiring dengan makin populernya penggunaan ballast elektronik, karakteristik balast elektonikpun diperbaiki. Cheng dkk [2001] memperbaiki faktor daya ballast elektronik dengan menggunakan metode gabungan DC Buck Boost Chopper dengan inverter yang dioperasikan pada kelas E. Arus dan tegangan pada resonant load inverter (inverter kelas E) harus dibatasi. Jika siklus kerja chopper diperbesar meng-akibatkan tegangan resonansi tinggi tetapi arus resonansi kecil. Jika siklus kerja chopper diperkecil (dipersempit) mengakibatkan arus resonansi besar tetapi tegangan resonasi rendah. Siklus kerja pada DC buck boost chopper harus mendapat perhatian serius agar tegangan resonansi dan arus resonansi tidak merusak (mengurangi umur) lampu TL. Moo dkk [2001] memperpanjang umur lampu TL yang mempergunakan ballast elektronik. Umur lampu TL diperpanjang dengan cara menghilangkan glow current pada saat filamen dalam pemanasan. Glow current dihindarkan dengan cara mengaktifkan elektronik switch yang terpasang paralel pada lampu TL saat pemanasan (preheating).  Elektronik switch di off kan pada saat temperatur katoda mencapai temperatur optimum untuk terjadinya emisi pada katoda, pada saat ini juga tegangan penyalaan diterapkan untuk menyalakan lampu TL. 
Berdasarkan prinsip resonat inverter maka Lampu TL dapat dinyalakan pada sumber tegangan yang memiliki regulasi tegangan yang buruk sekalipun. Tegangan penyalaan katoda lampu TL dan tegangan catu daya di rumuskan [Liang dkk, 2001]:



Dimana:
Vs = tegangan penyalaan katoda.
Vc = tegangan catu daya.
ωsc = frekuensi switching steady state.
ωs = frekuensi switching penyalaan.


Gambar 1. Grafik perubahan tegangan

            Mengacu pada grafik pada gambar 1, maka lampu TL dapat menyala dengan terang (normal) jika frekuensi switching diatur dengan tepat walaupun pada tegangan sumber (catu daya) dibawah rating tegangan lampu TL tersebut. Pengaturan frekuensi switching yang tepat pada balast elektronik akan menaikkan faktor daya lampu TL dibandingkan dengan faktor daya lampu TL dengan Ballast elektromagnetik.


Gambar 2. Rangkaian penelitian lampu TL (fluorescent) pada catu daya dengan regulasi tegangan buruk

            Rangkaian penelitian dirangkai seperti pada gambar 2.  Auto trafo dipergunakan sebagai simulasi sumber tegangan (catu daya) dengan regulasi tegangan buruk. Isolation Amplifier dipergunakan sebagai perantara tegangan dan arus pada osciloscope digital dengan tegangan tinggi. Dipergunakan isolation amplifier adalah untuk melindungi osciloscope digital dari tegangan tinggi auto trafo, dengan perantaraan isolation amplifier Osciloscope akan aman dari tegangan tinggi AC auto trafo. Frekuensi switching T1 dan T2 dikendalikan oleh generator function. Sumber tegangan AC yang berasal dari auto trafo disearahkan oleh penyearah dan ditapis dengan kapasitor. IGBT T1 dan IGBT T2 serta L dan C1 membentuk suatu resonant inverter.  Generotor function diset pada range karena toleransi nilai kapasitor yang tinggi (20%) juga nilai L yang bervariasi serta adanya kapasitansi parasit induktansi ceceran yang sulit diprediksi. Jika frekuensi dari generator function dekat dengan frekuensi resonansi rangkaian maka akan dihasilkan tegangan transient yang cukup besar sehingga dapat menyalakan lampu TL. Dengan kata lain lampu TL dinyalakan tanpa dengan pemanasan filament.       Pengujian pertama dilakukan dengan memperguna-kan kapasitor C1 dengan lampu TL merek ekonomat 10 watt.  Auto trafo diset sampai mencapai tegangan 220 volt. Frekuensi dari generator function diubah ubah. Karakteristik nyala lampu TL diamati ber-samaan dengan factor daya dari lampu TL dicatat. Pengujian berikutnya dilakukan dengan Lampu yang sama tetapi tanpa mempergunakan kapasitor C1. Karakteristik nyala lampu TL diamati bersamaan dengan faktor daya dari lampu TL dicatat. Tabel 1 dan table 2 memperlihatkan hasil pengujian.    Pengujian terakhir dilakukan dengan menset auto trafo pada tegangan 160 volt dicatu pada lampu TL yang sama tetapi tanpa memakai trafo ballast dan kapasitor C1, frekuensi dari Generator function diubah-ubah bersamaan dengan karakteristik nyala lampu dan factor daya diamati. Auto trafo diset pada tegangan 160 volt dimaksudkan untuk mewakili sumber tegangan dengan regulasi tegangan yang buruk.



3.     Hasil dan Pembahasan
         
          Pengujian pertama dilakukan pada lampu TL merek ekonomat 10 Watt dengan mempergunakan trafo ballast merek sinar 10 watt dan kapasitor 1 µF. auto trafo diset pada tegangan jala jala normal yaitu 220 volt. Hasil pengujian diperlihatkan pada table 1, bentuk gelombang tegangan dan arus diperlihatkan pada gambar 3 dan gambar 4. Pembahasan Pada pengujian lampu TL dengan memakai kapasitor makin tinggi frekuensi switching maka lampu tidak dapat menyala.  Trafo ballast dan kapasitor berfungsi sebagai low pass filter pada frekuensi tinggi sehingga tegangan pada elektroda lampu TL tidak cukup untuk membuat gas pada lampu TL mengalami discharge (menyalakan lampu TL). Gambar 3 menunjukkan bentuk gelombang yang mencapai 500 Vp-p, tegangan yang cukup untuk menghasilkan gas pada lampu TL mengalami Discharge. Tegangan 500 Vp-p tidaklah komtinu sehingga lampu TL menyala dengan flicker. Gambar 4 adalah bentuk gelombang lampu TL yang diuji dengan memakai kapasitor dan frekuensi switching 200 Hz. Dari gambar 4 dapat dilihat bahwa tegangan puncak puncak kurang dari 400 V sehingga lampu TL tidak dapat menyala.  


Gambar 3. Lampu TL Ekonomat 1 pada catu 220 V, frekuensi switching 60 Hz, dengan kapa-sitor. Merah arus (10 mA/Div), biru tegangan (100V/Div).


Gambar 4. Lampu TL Ekonomat 1 pada catu 220 V, frekuensi switching 200 Hz, dengan kapasitor. Merah arus (10 mA/Div), Biru tegangan (100V/Div).


Tabel 1.  Pengujian  Lampu TL 10 W merek Eko-nomat 1 dengan trafo Balast 10 W merek sinar. memakai Kapasitor 1 µF, tegangan catu 220 volt.

Frekuensi (Hz)
Cos ϕ
Keterangan
50
± 0,95
Lampu menyala terang,  Cos ϕ berayun dari +0,95 s/d  (-0,95)
60
± 0,99
Lampu menyala dan flicker
70
± 0,99
Lampu menyala tapi agak redup dan flicker
80
± 0,99
Lampu menyala tapi agak redup dan flicker
90
~ 1
Lampu menyala tapi agak redup dan flicker
100
± 0,95
Lampu menyala terang,  Cos ϕ berayun dari +0,95 s/d  (-0,95)
110
+0,98 - 1
Lampu menyala tapi agak redup dan flicker
120
+0,98 - 1
Lampu menyala tapi agak redup dan flicker
130
+0,98
Lampu menyala sangat redup dan flicker
140
+0,98
Lampu tidak menyala
150
+0,95 – (-0,99)
Lampu menyala  tidak sempurna, Cos ϕ  berayun dari +0,95 s/d   (-0,99)
160
+0,99
Lampu menyala tapi redup dan flicker
170
~ 1
Lampu menyala tapi redup dan flicker
180
~ 1
Lampu menyala tapi redup dan flicker
190
~ 1
Lampu tdk menyala
200
~ 1
Lampu tdk menyala
220
~ 1
Lampu tdk menyala
240
~ 1
Lampu tdk menyala
250
~ 1
Lampu tdk menyala

4.     Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan
1.      Trafo ballast pada lampu TL merugikan karena mengakibatkan faktor daya menjadi buruk setelah lampu TL menyala.
2.      Frekuensi switching semakin lambat dan nyala lampu menjadi tidak sempurna tergantung semakin besarnya ukuran indicator yang digunakan pada proses switching.
3.      Lampu TL dapat dipergunakan untuk memperbaiki faktor daya jika:
-          tidak mempergunakan trafo ballast
-          frekuensi switching tinggi > 800Hz
4.      Switching pada frekuensi tinggi pada lampu TL dapat memperbaiki faktor daya hingga 0,86 leading, faktor daya lampu TL dengan trafo ballast 0,4 lagging.

Saran
1.      Sudah saatnya trafo ballast pada lampu TL ditinggalkan dan diganti dengan switching frekuensi tinggi.
2.      Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk melihat pengaruh tegangan overshoot pada proses switching terhadap umur lampu TL.

Daftar Pustaka

[1] Alonso, J.M., Villegas, J.P., Blanco C. Rico.M., 1997, A Microcontroller-Based Emergency Ballast for Fluorescent Lamps, IEEE Industrial Electronics Society Volume 44, hal. 207–216.
[2] Cheng, L.H., Moo, S.C., Yen, C.H., Huang, H.S., 2001, Single-Switch High Power Factor Electronic Ballast for Compact Fluorescent Lamps, IEEE PEDS, hal. 764–769.
[3] Liang, T.J., Cheng, C.A., Shyu, W.B., Chen, J.F., 2001, Design Procedure for Resonant Com-ponents of Fluorescent Lamps Electronic Ballast Based on Lamp Model, IEEE PEDS, hal. 618–622.
[4] Moo, S.C., Lin, F.T., Cheng, L.H., Soong, J.M., 2001, Electronic Ballast for Programmed Rapid Start Fluorescent Lamps, IEEE PEDS, hal. 538–542.
[5] Ogata, K., 1998, Modern Control Engineering, Prentice Hall, Singapore.






















Biografi Penulis

          Supriono staff pengajar jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Unram. I Nyoman Wahyu Setiawan, dosen tetap Universitas Mataram program studi Teknik Elektro. Jenjang S1 di Universitas Udayana tahun 1996, S2 di Liverpool John Moores University 2002, S3 di Liverpool John Moores University.









No comments:

Post a Comment