Peningkatan Kinerja Lampu TL (Fluorescent) pada
Catu Daya dengan Regulasi Tegangan Buruk
Dimas
Wibisono
Mahasiswa Teknik Elektro, Fakultas
Teknologi Industri
Universitas Gunadarma
Email: dimaswibisono23@gmail.com
Abstrak
Seperti yang kita ketahui di Indonesia memiliki tegangan 220 V, 50 Hz yang dapat menyalakan lampu TL dengan baik. Tetapi regulasi tegangan di Indonesia buruk, yang mengakibatkan lampu TL sulit menyala. Dibandingkan dengan lampu pijar, lampu TL memiliki keunggulan sebagai penerangan. Saat ini trafo ballast hadir pada lampu TL, tetapi hal ini merugikan. Trafo ballast akan berfungsi hanya pada saat start saja setelah lampu TL menyala trafo ballast akan mengakibatkan faktor daya menjadi rendah dan menyerap daya aktif. Kita dapat menggantikan proses switching pada lampu TL dan menghilangkan ballast elektromagnetik yang berfungsi sebagai perbaikan factor daya sekaligus lampu TL dapat menyala pada catu daya dengan regulasi tegangan yang sangat buruk. Frekuensi switching yang tinggi menghasilkan ukuran induktor yang kecil. Induktor dipergunakan pada proses switching untuk menghasilkan tegangan transient yang cukup untuk menyalakan lampu TL. Frekuensi Switching 800 Hz pada lampu TL sebagai penganti trafo ballast menghasilkan faktor daya 0,86 leading. Jika lampu TL mempergunakan trafo ballast maka faktor daya lampu TL tersebut 0,4 lagging. Lampu TL yang mempergunakan trafo ballast tidak dapat menyala pada kondisi tegangan 160 volt tetapi switching dengan frekuensi lebih besar dari 800 Hz menghasilkan lampu TL dapat menyala dengan sempurna pada kondisi tegangan 160 volt.
1.
Pendahuluan
Pada
saat ini lampu pijar sudah banyak digantikan dengan lampu TL (fluorescent
Lamp). Keunggulan lampu TL sebagai sumber penerangan memiliki cahaya yang
lembut (tidak sakit dimata), cahaya lebih terang dan umur lebih panjang
daripada lampu pijar. Dengan sumber tegangan 220 V, 50 Hz lampu TL dapat
menyala dengan baik. Di Indonesia pada umumnya sumber tegangan (listrik)
memiliki regulasi tegangan yang buruk. Buruknya regulasi tegangan didaerah
pedesaan mengakibatkan lampu TL sulit menyala. Disebabkan karena buruknya
regulasi tegangan didaerah pedesaan mengakibatkan penggunaan lampu pijar lebih
umum dibandingkan lampu TL. Lampu TL biasanya dilengkapi dengan trafo ballast
(ballast transformer) dan starter yang fungsinya untuk membatasi aliran arus
dan menyediakan tegangan transien yang sesuai untuk penyalaan katoda. Trafo ballast
dilihat dari cara kerjanya ada dua jenis yaitu ballast elektromagnetik dan
ballast elektronik. Ballast elektromagnetik bekerja atas dasar induksi
elektromagnetik dengan frekuensi sama dengan frekuensi sumber. Ballast
elektronik bekerja dengan prinsip resonant inverter yang dilakukan dengan
proses switching pada frekwensi tinggi. Tegangan transien dari resonant
inverter tergantung pada komponen bejana resonansi (L dan C) sehingga tegangan
transien dapat menjadi lebih besar dari tegangan sumber. Sebagian besar daerah pedesaan di Indonesia
tidak dapat menggunakan lampu TL karena tegangan listrik di desa pada umumnya
sangat buruk. Melihat fenomena ini maka diperlukan suatu penelitian agar lampu
TL dapat menyala dengan baik pada daerah yang tegangannya buruk.
2.
Landasan
Teori
Dibalik
keunggulan yang dimiliki oleh lampu TL, ternyata lampu TL memiliki beberapa
kelemahan/ kekurangan, antara lain:
·
Tidak dapat menyala pada catu daya yang
memiliki regulasi tegangan buruk (tegangan sumber dibawah rating tegangan lampu
TL)
·
Memerlukan trafo ballast
elektromagnetik dan starter.
·
Memiliki faktor daya rendah (lampu
TL dengan ballast elektromagnetik).
Usaha untuk memperbaiki faktor daya
dan menggantikan ballast elektromagnetik dengan ballast elektronik telah
dilakukan oleh beberapa orang peneliti. Menyusun prosedur perancangan dalam
menentukan komponen resonansi (L dan C) ballast elektronik pada lampu TL.
Frekuensi swit-ching ballast elektronik diatur agar mendekati frekuensi tangki
resonansi (L dan C). Peggunaan frekuensi switching yang tinggi (lebih besar
dari 20 kHz) menghasilkan ukuran induktor tangki resonansi ballast elektronik
menjadi kecil sehingga ukuran geometri ballast elektronik menjadi kecil.
Seiring dengan makin populernya penggunaan ballast elektronik, karakteristik
balast elektonikpun diperbaiki. Cheng dkk [2001] memperbaiki faktor daya
ballast elektronik dengan menggunakan metode gabungan DC Buck Boost Chopper
dengan inverter yang dioperasikan pada kelas E. Arus dan tegangan pada resonant
load inverter (inverter kelas E) harus dibatasi. Jika siklus kerja chopper
diperbesar meng-akibatkan tegangan resonansi tinggi tetapi arus resonansi
kecil. Jika siklus kerja chopper diperkecil (dipersempit) mengakibatkan arus
resonansi besar tetapi tegangan resonasi rendah. Siklus kerja pada DC buck
boost chopper harus mendapat perhatian serius agar tegangan resonansi dan arus
resonansi tidak merusak (mengurangi umur) lampu TL. Moo dkk [2001]
memperpanjang umur lampu TL yang mempergunakan ballast elektronik. Umur lampu TL
diperpanjang dengan cara menghilangkan glow current pada saat filamen dalam
pemanasan. Glow current dihindarkan dengan cara mengaktifkan elektronik switch
yang terpasang paralel pada lampu TL saat pemanasan (preheating). Elektronik switch di off kan pada saat
temperatur katoda mencapai temperatur optimum untuk terjadinya emisi pada
katoda, pada saat ini juga tegangan penyalaan diterapkan untuk menyalakan lampu
TL.
Berdasarkan
prinsip resonat inverter maka Lampu TL dapat dinyalakan pada sumber tegangan yang
memiliki regulasi tegangan yang buruk sekalipun. Tegangan penyalaan katoda
lampu TL dan tegangan catu daya di rumuskan [Liang dkk, 2001]:
Dimana:
Vs
= tegangan penyalaan katoda.
Vc
= tegangan catu daya.
ωsc
= frekuensi switching steady state.
ωs
= frekuensi switching penyalaan.
Gambar
1. Grafik perubahan tegangan
Mengacu pada grafik pada gambar 1,
maka lampu TL dapat menyala dengan terang (normal) jika frekuensi switching
diatur dengan tepat walaupun pada
tegangan sumber (catu daya) dibawah rating tegangan lampu TL tersebut.
Pengaturan frekuensi switching yang tepat pada balast elektronik akan menaikkan
faktor daya lampu TL dibandingkan dengan faktor daya lampu TL dengan Ballast
elektromagnetik.
Gambar 2. Rangkaian penelitian lampu TL
(fluorescent) pada catu daya dengan regulasi tegangan buruk
Rangkaian penelitian dirangkai
seperti pada gambar 2. Auto trafo
dipergunakan sebagai simulasi sumber tegangan (catu daya) dengan regulasi
tegangan buruk. Isolation Amplifier dipergunakan sebagai perantara tegangan dan
arus pada osciloscope digital dengan tegangan tinggi. Dipergunakan isolation
amplifier adalah untuk melindungi osciloscope digital dari tegangan tinggi auto
trafo, dengan perantaraan isolation amplifier Osciloscope akan aman dari
tegangan tinggi AC auto trafo. Frekuensi switching T1 dan T2 dikendalikan oleh
generator function. Sumber tegangan AC yang berasal dari auto trafo disearahkan
oleh penyearah dan ditapis dengan kapasitor. IGBT T1 dan IGBT T2 serta L dan C1
membentuk suatu resonant inverter.
Generotor function diset pada range karena toleransi nilai kapasitor
yang tinggi (20%) juga nilai L yang bervariasi serta adanya kapasitansi parasit
induktansi ceceran yang sulit diprediksi. Jika frekuensi dari generator
function dekat dengan frekuensi resonansi rangkaian maka akan dihasilkan
tegangan transient yang cukup besar sehingga dapat menyalakan lampu TL. Dengan
kata lain lampu TL dinyalakan tanpa dengan pemanasan filament. Pengujian pertama dilakukan dengan
memperguna-kan kapasitor C1 dengan lampu TL merek ekonomat 10 watt. Auto trafo diset sampai mencapai tegangan 220
volt. Frekuensi dari generator function diubah ubah. Karakteristik nyala lampu
TL diamati ber-samaan dengan factor daya dari lampu TL dicatat. Pengujian
berikutnya dilakukan dengan Lampu yang sama tetapi tanpa mempergunakan
kapasitor C1. Karakteristik nyala lampu TL diamati bersamaan dengan faktor daya
dari lampu TL dicatat. Tabel 1 dan table 2 memperlihatkan hasil pengujian. Pengujian terakhir dilakukan dengan menset
auto trafo pada tegangan 160 volt dicatu pada lampu TL yang sama tetapi tanpa
memakai trafo ballast dan kapasitor C1, frekuensi dari Generator function
diubah-ubah bersamaan dengan karakteristik nyala lampu dan factor daya diamati.
Auto trafo diset pada tegangan 160 volt dimaksudkan untuk mewakili sumber
tegangan dengan regulasi tegangan yang buruk.
3.
Hasil
dan Pembahasan
Pengujian
pertama dilakukan pada lampu TL merek ekonomat 10 Watt dengan mempergunakan
trafo ballast merek sinar 10 watt dan kapasitor 1 µF. auto trafo diset pada
tegangan jala jala normal yaitu 220 volt. Hasil pengujian diperlihatkan pada
table 1, bentuk gelombang tegangan dan arus diperlihatkan pada gambar 3 dan
gambar 4. Pembahasan Pada pengujian lampu TL dengan memakai kapasitor makin
tinggi frekuensi switching maka lampu tidak dapat menyala. Trafo ballast dan kapasitor berfungsi sebagai
low pass filter pada frekuensi tinggi sehingga tegangan pada elektroda lampu TL
tidak cukup untuk membuat gas pada lampu TL mengalami discharge (menyalakan
lampu TL). Gambar 3 menunjukkan bentuk gelombang yang mencapai 500 Vp-p,
tegangan yang cukup untuk menghasilkan gas pada lampu TL mengalami Discharge.
Tegangan 500 Vp-p tidaklah komtinu sehingga lampu TL menyala dengan flicker.
Gambar 4 adalah bentuk gelombang lampu TL yang diuji dengan memakai kapasitor
dan frekuensi switching 200 Hz. Dari gambar 4 dapat dilihat bahwa tegangan
puncak puncak kurang dari 400 V sehingga lampu TL tidak dapat menyala.
Gambar 3. Lampu TL Ekonomat 1 pada catu
220 V, frekuensi switching 60 Hz, dengan kapa-sitor. Merah arus (10 mA/Div),
biru tegangan (100V/Div).
Gambar 4. Lampu TL Ekonomat 1 pada catu
220 V, frekuensi switching 200 Hz, dengan kapasitor. Merah arus (10 mA/Div),
Biru tegangan (100V/Div).
Tabel
1. Pengujian Lampu TL 10 W merek Eko-nomat 1 dengan trafo
Balast 10 W merek sinar. memakai Kapasitor 1 µF, tegangan catu 220 volt.
Frekuensi
(Hz)
|
Cos
ϕ
|
Keterangan
|
50
|
±
0,95
|
Lampu menyala
terang, Cos ϕ berayun dari +0,95
s/d (-0,95)
|
60
|
±
0,99
|
Lampu menyala
dan flicker
|
70
|
±
0,99
|
Lampu menyala
tapi agak redup dan flicker
|
80
|
±
0,99
|
Lampu menyala
tapi agak redup dan flicker
|
90
|
~
1
|
Lampu menyala
tapi agak redup dan flicker
|
100
|
±
0,95
|
Lampu menyala
terang, Cos ϕ berayun dari +0,95
s/d (-0,95)
|
110
|
+0,98
- 1
|
Lampu menyala
tapi agak redup dan flicker
|
120
|
+0,98
- 1
|
Lampu menyala
tapi agak redup dan flicker
|
130
|
+0,98
|
Lampu menyala
sangat redup dan flicker
|
140
|
+0,98
|
Lampu tidak menyala
|
150
|
+0,95
– (-0,99)
|
Lampu
menyala tidak sempurna, Cos ϕ berayun dari +0,95 s/d (-0,99)
|
160
|
+0,99
|
Lampu menyala
tapi redup dan flicker
|
170
|
~
1
|
Lampu menyala
tapi redup dan flicker
|
180
|
~
1
|
Lampu menyala
tapi redup dan flicker
|
190
|
~
1
|
Lampu tdk
menyala
|
200
|
~
1
|
Lampu tdk
menyala
|
220
|
~
1
|
Lampu tdk
menyala
|
240
|
~
1
|
Lampu tdk
menyala
|
250
|
~
1
|
Lampu tdk
menyala
|
4.
Kesimpulan
dan Saran
Kesimpulan
1. Trafo
ballast pada lampu TL merugikan karena mengakibatkan faktor daya menjadi buruk
setelah lampu TL menyala.
2. Frekuensi
switching semakin lambat dan nyala lampu menjadi tidak sempurna tergantung
semakin besarnya ukuran indicator yang digunakan pada proses switching.
3. Lampu
TL dapat dipergunakan untuk memperbaiki faktor daya jika:
-
tidak mempergunakan trafo ballast
-
frekuensi switching tinggi >
800Hz
4. Switching
pada frekuensi tinggi pada lampu TL dapat memperbaiki faktor daya hingga 0,86
leading, faktor daya lampu TL dengan trafo ballast 0,4 lagging.
Saran
1. Sudah saatnya trafo ballast pada lampu TL ditinggalkan dan
diganti dengan switching frekuensi tinggi.
2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk melihat pengaruh
tegangan overshoot pada proses switching terhadap umur lampu TL.
Daftar Pustaka
[1]
Alonso, J.M., Villegas, J.P., Blanco C. Rico.M., 1997, A Microcontroller-Based
Emergency Ballast for Fluorescent Lamps, IEEE Industrial Electronics Society
Volume 44, hal. 207–216.
[2]
Cheng, L.H., Moo, S.C., Yen, C.H., Huang, H.S., 2001, Single-Switch High Power
Factor Electronic Ballast for Compact Fluorescent Lamps, IEEE PEDS, hal.
764–769.
[3]
Liang, T.J., Cheng, C.A., Shyu, W.B., Chen, J.F., 2001, Design Procedure for
Resonant Com-ponents of Fluorescent Lamps Electronic Ballast Based on Lamp
Model, IEEE PEDS, hal. 618–622.
[4]
Moo, S.C., Lin, F.T., Cheng, L.H., Soong, J.M., 2001, Electronic Ballast for
Programmed Rapid Start Fluorescent Lamps, IEEE PEDS, hal. 538–542.
[5]
Ogata, K., 1998, Modern Control Engineering, Prentice Hall, Singapore.
Biografi Penulis
Supriono staff pengajar jurusan Teknik Elektro
Fakultas Teknik Unram. I Nyoman Wahyu Setiawan, dosen tetap Universitas Mataram
program studi Teknik Elektro. Jenjang S1 di Universitas Udayana tahun 1996, S2
di Liverpool John Moores University 2002, S3 di Liverpool John Moores
University.
No comments:
Post a Comment